my iklan

Powered By Blogger

Rabu, 27 Mei 2009

Manhaj Ahlus Sunnah di dalam Berakhlak dan Berperilaku·

Di antara pokok-pokok aqidah Ahlus Sunnah : memerintahkan yang ma’ruf, mencegah kemungkaran dan beriman bahwa kebaikan umat akan terealisasi ketika mereka berada padanya. Amar ma’ruf nahi munkar termasuk diantara syiar-syiar islam yang paling agung dan penyebab terpeliharanya jama’ah kaum muslimin. Amar ma’ruf nahi munkar hukumnya wajib sesuai dengan kemampuan dan dijalankan dengan memperhatikan maslahah nyata yang dihasilkannya.

Firman Alloh:

ßõäúÊõãú ÎóíúÑó ÃõãøóÉò ÃõÎúÑöÌóÊú áöáäøóÇÓö ÊóÃúãõÑõæäó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö æóÊóäúåóæúäó Úóäú ÇáúãõäßóÑö æóÊõÄúãöäõæäó ÈöÇááøóåö æóáóæú Âãóäó Ãóåúáõ ÇáúßöÊóÇÈö áóßóÇäó ÎóíúÑðÇ áóåõãú ãöäúåõãú ÇáúãõÄúãöäõæäó æóÃóßúËóÑõåõãú ÇáúÝóÇÓöÞõæäó(110)

Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Alloh

(S. Ali Imron 110).

Dan sabda nabi sholallohu alaihi wasalam :

Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran hendaknya mengubah dengan tangannya, maka apabila tidak mampu maka dengan lidahnya, apabila tidak mampu maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman (HR. Muslim)

Ahlus Sunnah mendahulukan kelembutan di dalam memerintah dan melarang. Berdakwah dengan hikmah serta nasehat yang baik. Firman Alloh :

ÇÏúÚõ Åöáóì ÓóÈöíáö ÑóÈøößó ÈöÇáúÍößúãóÉö æóÇáúãóæúÚöÙóÉö ÇáúÍóÓóäóÉö æóÌóÇÏöáúåõãú ÈöÇáøóÊöí åöíó ÃóÍúÓóäõ Åöäøó ÑóÈøóßó åõæó ÃóÚúáóãõ Èöãóäú Öóáøó Úóäú ÓóÈöíáöåö æóåõæó ÃóÚúáóãõ ÈöÇáúãõåúÊóÏöíäó(125)

Serulah kepada jalan Rabb kalian dengan hikmah dan mauidhoh hasanah dan debatilah mereka dengan yang lebih baik. (S. An-Nahl 125).

Dan mereka memandang wajibnya bersabar terhadap gangguan makhluk di dalam menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Mengamalkan firman Alloh :

íóÇÈõäóíøó ÃóÞöãú ÇáÕøóáóÇÉó æóÃúãõÑú ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö æóÇäúåó Úóäú ÇáúãõäßóÑö æóÇÕúÈöÑú Úóáóì ãóÇ ÃóÕóÇÈóßó Åöäøó Ðóáößó ãöäú ÚóÒúãö ÇáúÃõãõæÑö(17)

perintahkanlah yang ma’ruf dan cegahlah yang mungkar dan bersabarlah atas musibah yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu merupakan perkara yang diwajibkan (QS. Lukman 17).

Ahlus Sunnah wal Jamaah ketika menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar memperhatikan waktu sebagai salah satu pokok menjaga keutuhan jama’ah, menyatukan hati-hati, mempersatukan kalimat, menghindarkan perpecahan dan perselisihan. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menegakkan nasehat kepada setiap muslim dan saling tolong menolong di atas kebaikan dan takwa.

Sabda rasululloh sholallohu alaihi wasalam agama itu adalah nasehat. Kami berkata untuk siapa? Beliau berkata untuk Alloh, kitabNya, rasulNya, pemimpin kaum muslimin dan orang awamnya. (HR. Muslim).

diterjemahkan dari kitab al wajiz fi aqidatis salafis shalih ahlis sunnati wal jama’ah karya syaikh Abdullah bin abdul hamid al atsary. Disampaikan dalam daurah islamiyah dasar “membentuk jati diri muslim” selasa 10 juli 2001 di masjid pogung raya yogyakarta.





Ahlus Sunnah menjaga tegaknya syiar-syiar islam seperti menunaikan sholat Jumat dan jamaah; haji, jihad, I’ed bersama para pemimpin yang baik atau yang jelek sebagai hal yang menyelisihi ahlul bid’ah. Bersegera menunaikan sholat yang wajib dan menunaikannya di awal waktu bersama jamaah. Mengerjakan sholat di awal waktu lebih utama daripada di akhirnya. Mereka menganjurkan untuk khusyu dan tuma’ninah di dalam sholat, dalam rangka mengamalkan firman Alloh :

ÞóÏú ÃóÝúáóÍó ÇáúãõÄúãöäõæäó(1)ÇáøóÐöíäó åõãú Ýöí ÕóáóÇÊöåöãú ÎóÇÔöÚõæäó(2)

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman yaitu mereka yang khusyu di dalam sholat mereka. (S. Al-Mukminun 1-2).

Ahlul Sunnah wal Jamaah mewasiatkan untuk menegakkan sholat malam sebagai petunjuk nabi sholallohu alaihi wasalam. Allah pun memerintahkan nabinya untuk sholat malam dan bersungguh-sungguh di dalam ketaatan kepadaNya.Aisyah berkata bahwa nabi sholallohu alaihi wasalam melakukan sholat malam sampai kaki beliau bengkak,

maka berkata Aisyah mengapa engkau lakukan yang demikian ya Rasululloh? sungguh Alloh telah mengampunkan dosamu yang terdahulu dan yang akan datang. Beliau bersabda apakah aku tidak suka menjadi seorang hamba yang bersyukur? (HR. Bukhori).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tegar di dalam menghadapi ujian, dengan cara bersabar di atas bencana, bersyukur pada kelapangan, dan ridha dengan takdir. Firman Alloh Ta’ala :

Þõáú íóÇÚöÈóÇÏö ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ ÑóÈøóßõãú áöáøóÐöíäó ÃóÍúÓóäõæÇ Ýöí åóÐöåö ÇáÏøõäúíóÇ ÍóÓóäóÉñ æóÃóÑúÖõ Çááøóåö æóÇÓöÚóÉñ ÅöäøóãóÇ íõæóÝøóì ÇáÕøóÇÈöÑõæäó ÃóÌúÑóåõãú ÈöÛóíúÑö ÍöÓóÇÈò(10)

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar 10)

Sabda rasululloh sesungguhnya besarnya ganjaran bersama besarnya cobaan, dan sesungguhnya Alloh apabila mencintai suatu kaum maka Alloh akan memberikan cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan.

(HR. Tirmidzi dishohehkan oleh Albani).

Ahlus Sunnah tidaklah mengharap dan meminta kepada Alloh ditimpakan cobaan, karena tidak mengetahui apakah mereka ditetapkan padanya atau tidak. Akan tetapi, apabila mereka mendapatkan cobaan maka bersabar. Sabda nabi sholallohu alaihi wasalam

janganlah kalian berangan-angan untuk bertemu musuh dan mintalah kepada Allah keselamatan maka apabila kalian bertemu musuh maka bersabarlah.

(HR. Bukhori Muslim).

Ahlus Sunnah tidak berputus asa terhadap rahmat Alloh di dalam ujian, karena sesungguhnya Allah mengharamkan hal tersebut. Mereka menghadapi hari-hari cobaan dengan memandang akan datangnya kelapangan dan pertolongan yang dekat. Hal ini disebabkan mereka percaya dengan janji Alloh dan mengetahui bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Mereka pun mencari penyebab terjadinya ujian itu pada diri mereka sendiri dan mereka memandang bahwa ujian dan musibah tidaklah menimpa kecuali karena perbuatan mereka sendiri. Pertolongan terkadang diakhirkan dengan sebab seseorang terjerumus di dalam dosa atau lemah di dalam berittiba’ sebagaimana firman Alloh :

æóãóÇ ÃóÕóÇÈóßõãú ãöäú ãõÕöíÈóÉò ÝóÈöãóÇ ßóÓóÈóÊú ÃóíúÏöíßõãú æóíóÚúÝõæ Úóäú ßóËöíÑò(30)

Dan apa-apa musibah yang menimpa kalian maka disebabkan oleh tangan kalian sendiri. (Asy-Syura 30).

Ahlus sunnah tidak menyandarkan diri dalam menghadapi ujian dan menolong agama dengan sebab-sebab duniawiyah, walaupun tidak lalai terhadap sunnah kauniyah. Dan mereka memandang bahwa taqwa kepada Alloh, istighfar dari dosa-dosa, bersandar kepada Alloh dan bersyukur di dalam kebahagian merupakan sebab yang terpenting di dalam menyegerakan kelapangan setelah kesempitan.

Ahlus Sunnah takut terhadap balasan kufur nikmat, sehingga terlihatlah mereka sebagai orang yang paling bersemangat untuk bersyukur,memuji Alloh dan kontinu di atas hal yang demikian pada setiap kenikmatan, yang kecil maupun yang besar. Sabda rasululloh sholallohu alaihi wasalam

lihatlah kepada orang yang di bawah kalian dan jangan melihat kepada orang yang di atas kalian. (HR. Tirmidzi dishohihkan oleh Albani).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia dan kebaikan amalan. Sabda nabi sholallohu alaihi wasalam

orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling beriman dan yang terbaik diantara mereka adalah yang terbaik akhlaknya.

(HR. Tirmidzi dishohihkan oleh Albani).

Dan sabda beliau

tidak ada sesuatu yang diletakkan di dalam mizan lebih berat daripada kebaikan akhlak dan sesungguhnya pemilik akhlak yang baik akan meraih dengannya derajat orang-orang yang berpuasa dan sholat. (HR. Tirmidzi dishohihkan oleh Albani).

Di antara akhlak salafus sholeh Ahlul Sunnah wal Jama’ah

· Ikhlas di dalam berilmu dan beramal. takut terhadap masuknya riya’ pada keduanya. Firman Allah :

ÃóáóÇ áöáøóåö ÇáÏøöíäõ ÇáúÎóÇáöÕõ

ketahuilah hanya untuk Alloh agama yang murni. (QS. Az-Zumar 3).

· Mengagungkan batasan-batasan Allah dan merasa cemburu apabila batasan-batasan Allah dilanggar. Menolong agama Allah dan syariat Nya, banyak mengagungkan kehormatan kaum muslimin serta cinta apabila kaum muslimin memperoleh kebaikan . Firman Alloh :

Ðóáößó æóãóäú íõÚóÙøöãú ÔóÚóÇÆöÑó Çááøóåö ÝóÅöäøóåóÇ ãöäú ÊóÞúæóì ÇáúÞõáõæÈö(32)

barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (QS. Al-Hajj 32).

· Berusaha meninggalkan sifat nifak, dengan menyamakan antara lahir dan batin di dalam kebaikan, memandang bahwa amalan mereka masih sangat sedikit, dan selalu mendahulukan amalan akhirat di atas amalan dunia.

· Kelembutan hati, banyak menangis atas kekurangan dalam menunaikan hak-hak Allah ,mereka lakukan hal ini dengan harapan agar Allah menyayangi mereka. Banyak mengambil pelajaran dan menangis. Perhatian dengan perkara kematian apabila menyaksikan jenazah, atau mengingat kematian, sekaratnya dan su’ul khatimah sehingga bergoncang dada mereka.

· Bertambah tawadhu’ ketika bertambah dekat kepada Allah ta’ala

· Banyak bertaubat, memohon ampun siang dan malam karena mengetahui bahwa mereka tak selamat dari dosa sampai di dalam amalan ketaatan mereka. mereka memohon ampun atas kekurangan di dalam ketaatan,kekhusukan dan kedekatan kepada Allah. Tiadanya rasa ujub /bangga dengan sesuatu dari amal-amal mereka , benci dengan ketenaran, bahkan selalu melihat kekurangan dan kelemahan di dalam ketaatan terlebih di dalam kejelekan mereka

· Sangat menekankan terhadap permasalahan taqwa dan tiada mendakwakan diri sebagai orang yang bertaqwa, dan banyaknya ketakukan mereka terhadap Allah azza wa jalla

· Ketakutan yang sangat terhadap Allah, kalau akhir kehidupan mereka ditutup dengan su’ul khatimah. mereka tidak lalai dari dzikrullah. Merasakan kehinaan dunia di sisi mereka, kuatnya penolakan mereka terhadap dunia dan tidak membangun (kediaman)dunia kecuali sesuai kebutuhan tanpa menghias-hiasinya. Sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam “ demi Allah tidaklah dunia ini dibandingkan akhirat kecuali seperti seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke laut maka lihatlah apa yang menetes (Hr Muslim)

· Tidak ridha dengan kesalahan yang ditujukan kepada agama atau kepada orang yang mengamalkannya, bahkan membantahnya dan memberi udzur kepada orang yang berkata tentangnya. Banyak menutupi kekurangan kaum muslimin, kuatnya munaqosah(berdialog) terhadap pribadi mereka sebagai bukti wara’, tidak suka membuka aib seseorang, sibuk dengan kekurangan diri daripada aib orang lain, bersungguh-sungguh menutupi kekurangan orang lain, menutupi yang tersembunyi tidak melebihkan seseorang dari yang ia dengar pada haknya, meninggalkan permusuhan terhadap manusia dan banyak bersahabat dengan mereka. Tidak menanggapi seseorang dengan kejelekan dan tidak memusuhi seorang pun. Sabda nabi sholallohu alaihi wasalam “ tidak akan masuk surga tukang fitnah/adu doma pada riwayat muslim nammam/ tukang adu domba

· Menutup pintu ghibah pada majelis mereka , menjaga lidah dari ghibah agar tidak menjadi majelis dosa. Firman Allah

æóáóÇ ÊóÌóÓøóÓõæÇ æóáóÇ íóÛúÊóÈú ÈóÚúÖõßõãú ÈóÚúÖðÇ ÃóíõÍöÈøõ ÃóÍóÏõßõãú Ãóäú íóÃúßõáó áóÍúãó ÃóÎöíåö ãóíúÊðÇ ÝóßóÑöåúÊõãõæåõ (12)

“ Janganlah seorang menghibahi yang lain, sukakah seorang diantara kalian memakan bangkai saudaranyan tentu dia akan benci (QS Al Hujurat 12)

· Penuh dengan rasa malu, adab, kecintaan, ketenangan, sedikit bicara, sedikit tertawa, banyak diam, berbicara dengan hikmah tidak merasa gembira dengan dunia. Yang demikian ini dikarenakan sempurnanya akal mereka. Sabda rasulullah sholallohu alaihi wasalam “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata yang baik atau diam. dan bersabda barangsiapa diam maka beruntung/ menang (HR Tirmizi)

· Banyak memaafkan terhadap setiap orang yang mengganggu, mengambil harta, kehormatan mereka atau yang semisalnya firman Allah

ÇáøóÐöíäó íõäúÝöÞõæäó Ýöí ÇáÓøóÑøóÇÁö æóÇáÖøóÑøóÇÁö æóÇáúßóÇÙöãöíäó ÇáúÛóíúÙó æóÇáúÚóÇÝöíäó Úóäú ÇáäøóÇÓö æóÇááøóåõ íõÍöÈøõ ÇáúãõÍúÓöäöíäó(134)

“ Dan orang-orang yang menahan kemarahan, dan memaafkan manusia dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan (QS Ali Imran 134)

· Tidak lalai dengan serangan iblis, bersungguh-sunguh mengetahui tipu daya dan jebakan-jebakannya, tidak merasa was-was di dalam wudlu, sholat dan ibadah yang lain karena yang demikian adalah tipu daya syaithan

· Banyak bersedekah dengan apa-apa yang lebih dari kebutuhan mereka siang dan malam, sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Banyak bertanya tentang keadaan sahabatnya , yang demikian karena sederhananya mereka dalam kebutuhan makan, pakaian dan mereka tidak berlebihan dalam hal-hal yang halal

· Mencela kekikiran; Bersikap dermawan, memberikan harta , berkasihsayang dengan saudara mereka dalam safar dan mukim sebagai pengokoh dalam menolong dien dan inilah maksud utama mereka. Kuatnya kecintaan untuk berbuat makruf kepada saudaranya dan memberikan kebahagiaan satu dengan yang lain, mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri

· Memuliakan tamu dan melayaninya kecuali dengan uzur syar’I. kemudian mereka tidak memandang bahwa mereka telah mencukupi dan melayani tamu tersebut di saat tinggal bersama mereka, dan mereka berhusnudhon dengan tamu. Menerima undangan saudaranya kecuali bila makanannya haram atau bila dikhususkan pada orang kaya atau pada tempat walimah ada hal yang diharamkan

· Beradab dengan kebaikan terhadap yang lebih muda terlebih kepada yang lebih tua, terhadap orang yang jauh terlebih kepada yang dekat, kepada yang bodoh terlebih kepada yang alim

· Mendamaikan sesama sebagai sebuah pintu kebaikan yang nyata, menegakkan yang ma’ruf, karena perdamaian merupakan pembatal langkah syaitan yang menghendaki timbulnya permusuhan, kebencian di kalangan muslimin, dan kerusakan diantara mereka

· Melarang dari dengki, karena kedengkian mewariskan permusuhan dan kebencian, kelemahan iman dan kecintaan terhadap dunia tanpa tujuan syar’I

· Memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan berbuat kebaikan kepada keduanya firman Allah

æóæóÕøóíúäóÇ ÇáúÅöäúÓóÇäó ÈöæóÇáöÏóíúåö ÍõÓúäðÇ (8)

” Dan kami wasiatkan manusia untuk berbuat kebaikan kepada kedua orang tua (QS Al Ankabut 8)

· Memerintahkan berbuat baik kepada tetangga, lembut kepada para hamba, menyambung silatur rahim, menebarkan salam, menyayangi fakir miskin, yatim dan ibnu sabil

· Melarang berbangga diri, sombong, ujub, melampaui batas dan memerintahkan berbuat adil pada setiap sesuatu

· Tidak meremehkan sesuatu pun dari keutamaan yang dianjurkan syara’ . sabda rasulullah sholallohu alaihi wasalam “Janganlah kalian meremehkan suatu kebaikan pun walaupun hanya bertemu dengan saudara kalian dengan wajah yang ceria ( HR Muslim)
Melarang dari buruk sangka, memata-matai, mencari kekurangan muslimin karena yang demikian merusak hubungan persatuan, memisahkan persaudaraan dan menumbuhkan kerusakan. Mereka tidak marah pada muslimin karena mereka mengilmui fiqih kemarahan firman Allah “ dan orang yang menahan marahnya, memaafkan manusia dan Allah mencintai orang yang berbuat ihsan dam Ihlas …



PENYAKIT RIYA`

Nash-nash al Qur`an dan as Sunnah menunjukkan bahwa riya adalah perbuatan haram dan mencela pelakunya. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa telah berfirman :

Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman : “Aku Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa yang beramal dengan menyekutukanku, maka Aku tinggalkan dia dan perbuatan syiriknya.” (HR Imam Muslim no 2985)

Dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda :

“Sesungguhnya yang paling saya takutkan pada kalian adalah syirik paling kecil” Para sahabat bertanya : “Apa yang dimaksud syirik paling kecil itu?” Beliau menawab : “Riya`” Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman pada hari semua amal hamba dibalas (hari kiamat) : “ Datangilah orang yang dulu kalian tunjukkan amal kalian padanya di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka.” (HR Ahmad no 22742 dan Al Baghawi. Syekh al Albani berkata : sanadnya baik (jayyid) (lihat Silsilah Hadits Shahihah no 951)

Abu Umamah al Bahiliy melihat seorang lelaki di dalam masjid sedang menangis ketika sujud, kemudian beliau berkata : “Anda, seandainya ini anda lakukan di rumah anda (tentu lebih baik).”

HAKEKAT RIYA`

Kata riya` berasal dari kata ru`yah (melihat). Asalnya adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kepada mereka berbagai perangai dan sifat baik. Adapun yang ditunjukkan kepada manusia cukup banyak, namun bisa dikelompokkan menjadi lima bagian, yang semuanya merupakan sarana yang biasa digunakan oleh seorang hamba untuk berhias di hadapan manusia, yaitu : fisik (badan), pakaian, perkataan, perbuatan, pengikut, dan barang-barang yang tampak di luar.

Adapun riya` dalam agama dengan badannya adalah dengan menampakkan keletihan dan kelelahan yang mengesankan kerja keras, merasa sedih memikirkan berbagai persoalan agama dan sangat takut dengan akhirat.

Adapun riya` dengan penampilan dan pakaian seperti rambut kusut, menundukkan kepala ketika berjalan, sangat tenang dalam melakukan aktivitas dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya.

Riya` dengan perkataan seperti riya` yang dilakukan oleh orang-orang mendalami agama dengan memberikan mau’izhah (nasehat), peringatan dan berbicara dengan kata-kata hikmah (mutiara) dan atsaar (Hadits Nabi atau perkataan ‘ulama`) untuk menampakkan perhatiannya dengan perbuataan orang-orang shaleh serta menggerakkan kedua bibirnya untuk bedzikir di depan orang banyak.

Riya` dengan amal seperti riya`nya orang yang shalat dengan memanjangkan berdiri, sujud dan ruku’, menundukkan kepala dan tidak menoleh.

Sedangkan riya` dengan teman dan orang-orang yang mengunjungi seperti orang yang meminta seorang alim ulama mengunjungi supaya dikatakan bahwa (alim) fulan sudah mengunjungi fulan.

TUJUAN RIYA`

Orang yang riya` mempunyai tujuan-tujuan yang bisa kita bagi menjadi beberapa tingkat,

Pertama : Tujuannya adalah agar ia dapat lebih leluasa berbuat ma’siyat. Seperti orang yang riya` dengan menampakkan taqwa dan wara`. Tujuannya agar dikenal orang sebagai orang yang mempunyai sifat amanah kemudian orang-orang memberikan kedudukan untuk posisi tertentu atau mempercayakan pembagian harta (zakat, infak dan yang sejenis) kepadanya. Ia mendapat keuntungan dari kepercayaan tersebut. Ini adalah jenis riya` yang dibenci oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa karena menjadikan ta’at kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa sebagai salah satu tangga menuju kema’siyatan kepada Nya.

Kedua : Tujuannya mendapatkan keuntungan duniawi semata, baik berupa harta ataupun wanita yang ingin dinikahinya. Seperti orang yang menampakkan ilmu dan ketaqwaannya karena ingin menikah atau mendapatkan uang. Ini juga riya` yang dicela, karena ia melakukan ketaatan karena mencari keuntungan duniawi, tetapi tingkatannya di bawah yang pertama.

Ketiga : Tidak bertujuan mendapatkan harta atau menikahi wanita, tetapi ia menampakkan ibadah karena takut dilihat kurang oleh orang, tidak dianggap orang-orang khusus dan zuhud serta dianggap seperti orang-orang pada umumnya.

PEMBAGIAN RIYA`

1. Riya` Jaliy (tampak jelas) yaitu riya` yang menjadi pendorong untuk beramal meski dimaksudkan untuk mendapatkan pahala.

2. Riya` Khafiy (samar). Riya` ini lebih ringan. Meski bukan motivasi untuk beramal tetapi membuat amalnya yang ditujukan karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa lemah. Seperti orang yang biasa melakukan tahajjud setiap malam dan itu ia jalani dengan berat, tetapi kalau ada tamu yang datang (menginap) ia tambah semangat dan ia jalani shalat tersebut dengan ringan. Tergolong dalam jenis riya` khafiy juga adalah orang yang menyembunyikan berbagai ketaatannya, tetapi jika orang-orang melinhatnya ia senang jika orang-orang menyambutnya dengan penuh ceria dan penghormatan, memujinya, bersemangat untuk membantu memenuhi keperluannya, tidak banyak menuntutnya dalam berjual beli dan memberinya tempat (dalam berbagai pertemuan) dan jika ada orang yang kurang memberikan haknya hatinya merasa keberatan.

Orang-orang yang ikhlas senantiasa takut terhadap riya` khafiy. Kesungguhannya untuk menyembunyikan berbagai ketaatannya lebih besar daripada kesungguhan orang-orang menyembunyikan keburukan mereka. Semua itu ia lakukan karena mengharap agar seluruh amal shalehnya ikhlas, kemudian hanya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang membalasnya pada hari kiamat karena keikhlasan mereka. Sebab mereka mengetahui bahwa pada hari kiamat nanti tidak akan diterima (amalan) kecuali dari orang yang ikhlas dan mereka menyadari bahwa pada saat itu mereka sangat membutuhkannya.

OBAT RIYA` DAN CARA MEMBERSIHKAN HATI DARI RIYA`

Anda telah mengetahui bahwa riya` menghapuskan amal, sebab kemurkaan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan merupakan pembinasa yang paling besar. Kalau memang begini sifatnya maka sudah sepantasnya untuk secara sungguh-sungguh menghilangkannya. Ada beberapa tingkatan untuk mengatasinya.

Pertama : Memotong akar dan asal usulnya yaitu senang dipuji, menghindari pahitnya dicela dan sangat tamak terhadap yang dimiliki manusia. Tiga hal inilah yang menggerakan orang untuk riya`. Cara mengatasinya : Menyadari bahaya riya` dan akibat yang ditimbulkannya dengan tidak didapatkannya hati yang baik (bersih), terhalang mendapatkan taufiq di dunia, tidak mendapatkan kedudukan di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa di akhirat nanti, balasan yang akan diterima berupa siksaan, kemurkaan yang dahsyat dan kehinaan yang tampak. Bagaimanapun, jika seorang hamba memikirkan kehinaan tersebut, kemudian membandingkan apa yang didapatkannya dari menampakkan keindahan (perkataan, amal dll) dihadapan manusia di dunia dengan apa yang tidak bisa ia raih di akhirat dan pahala yang terhapus, ia akan dengan mudah menghilangkan keinginan tersebut. Seperti orang yang mengetahui bahwa madu itu enak tetapi kalau ternyata di dalamnya ada racun yang akan berakibat buruk baginya, ia akan tinggalkan madu tersebut.

Kedua : Menghilangkan berbagai (bisikan) yang sempat mengganggunya ketika melakukan ibadah. Ini juga perlu dipelajari. Orang yang berjuang memerangi (penyakit) jiwanya dengan memotong akar-akar riya`, menghilangkan rasa tamak dan menganggap hina pujian dan celaan orang, kadang-kadang syetan tidak membiarkannya pada saat menjalankan ibadah, tetapi membisikkan riya`. Jika terbetik dalam benaknya bahwaorang-orang sedang melihatnya, melawannya dengan mengatakan pada dirinya : Apa urasanmu dengan orang-orang itu, merek tahu atau tidak, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa mengetahui keadaanmu. Apa faidahnya orang mengetahui (amal kita) ? Jika keinginan untuk mendapatkan pujian sedang bergejolak, ingat dengan penyakit riya` yang ada dalam hatinya yang menyebabkannya mendapatkan murka dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan kerugian ukhrawi lainnya.

SALAH, JIKA ORANG MENINGGALKAN KETAATAN KARENA TAKUT RIYA`

Ada orang yang meninggalkan amal karena takut riya`. Ini satu sikap salah, cocok dengan keinginan syetan untuk mengajak manusia malas (beramal) dan meninggalkan kebaikan. Selama motivasi untuk beramalnya sudah benar dan sesuai dengan tuntunansyari’at yang lurus, maka jangan meninggalkan amal karena ada bisikan riya`, tetapi ia wajib berusaha mengatasi bisikan riya`, menanamkan dalam dirinya malu terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan mengganti pujian manusia dengan pujian Nya.

Fudhail bin Iyadl berkata : “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya` dan ikhlas adalah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa selamatkan anda dari keduanya.”

Ada orang alim lain yang berkata : “Barang siapa yang meninggalkan amal karena takut ikhlas maka ia telah meninggalkan ikhlas dan amal.

Wabillahi Taufik Wal hidayah Wassalammu’alaikum wr, wb

Tidak ada komentar:

Pengikut

Daftar Blog Saya