my iklan

Powered By Blogger

Selasa, 02 Juni 2009

Optimasi Gerakan Mesin Bor Otomatis dengan Menggunakan
Algoritma Genetika

Abstrak
Makalah ini akan menjelaskan tentang mesin bor otomatis menggunakan kamera sebagai
sensor untuk mendeteksi koordinat pad dan via dalam sebuah PCB secara otomatis. Beberapa
teknologi pemrosesan image digunakan untuk mendeteksi koordinat pad dan via, antara lain
threshold, grayscale, fillrect. Algoritma genetika diterapkan utnuk mengoptimasi gerakan dari
mesin bor sehingga mesin bor dapat melakukan proses pengeboran dengan efektif. Algoritma
genetika akan mencari rute yang optimal yang terdiri atas urutan pengeboran pad dan via.
Operator genetika yang digunakan dalam system ini adalah seleksi, crossover dan inversi.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem dapat berjalan dengan baik dan dapat
mendeteksi semua pad dan via dalam PCB. Dengan algoritma genetika, sistem dapat mereduksi
waktu pengeboran sampai 50%.
Kata kunci: mesin bor otomatis, algoritma genetika, pemrosesan image, optimasi, PCB.
Abstract
This paper will describe about automatic drilling machine using camera as the sensor in order
to detect the coordinates of pad and via automatically. Several image processing technologies were
used for detecting the coordinates of pad and via. They are threshold, grayscale, fillrect. Genetic
algorithm was used to optimize movement of the drilling machine, so that, the machine can do the
drilling process effectively. Genetic algorithm will find the optimal route which consists of the
drilling sequence of pad and via. Genetic operators used in this system are selection, crossover and
inversion.
Experiments were done. Experiment result showed that the system could run well and detect all
holes in PCB. The system achieved a time reduction rate up to 50 %.
Keywords: mesin bor otomatis, algoritma genetika, pemrosesan image, optimasi, PCB.
1. Pendahuluan
Penggunaan Printed Circuit Board (PCB)
merupakan hal yang penting jika ingin membangun
suatu rangkaian elektronika yang baik.
Pada PCB terdapat pad dan via dimana
keduanya harus dibor agar komponen elektronika
dapat dipasang pada PCB. Untuk
rangkaian yang kompleks, jumlah pad dan via
sangat banyak dan ini dapat menimbulkan
kesalahan pada saat proses pengeboran.
Makalah ini akan membahas tentang otomatisasi
mesin bor dengan menggunakan kamera
Catatan : Diskusi untuk makalah ini diterima sebelum tanggal 1
Februari 2004. Diskusi yang layak muat akan diterbitkan pada
Jurnal Teknik Mesin Volume 6 Nomor 1 April 2004.
untuk mendeteksi koordinat pengeboran secara
otomatis. Kamera berfungsi menangkap gambar
print out dari PCB kemudian dengan metode
pemrosesan image dapat diketahui dan diambil
koordinat pengeborannya. Metode pemrosesan
image yang digunakan untuk pendeteksian
koordinat antara lain threshold, gray scale dan
floofill. Hasil pengambilan koordinat dalam
satuan pixel akan dikonversikan ke satuan
milimiter agar dapat dilakukan pengeboran.
Namun mesin bor otomatis yang telah dibuat
itu memiliki kelemahan di mana gerakan mesin
bor tersebut masih kurang efektif. Oleh karena
digunakan algoritma genetika untuk mengefektifkan
gerakan mesin bor.
Selanjutnya makalah ini akan diorganisasi
sebagai berikut: bagian kedua akan dijelaskan
Optimasi Gerakan Mesin Bor Otomatis dengan Menggunakan Algoritma Genetika (Thiang, et al.)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
57
secara singkat mesin bor otomatis yang ada.
Berikutnya pada bagian ketiga akan dijelaskan
tentang proses pendeteksian koordinat bor.
Pada bagian keempat akan dijelaskan tentang
penerapan algoritma genetika, diikuti dengan
pengujian sistem pada pagian kelima. Terakhir
akan disimpulkan hal-hal yang berkaitan
dengan proyek penelitian ini.
2. Mesin Bor Otomatis
Pada bagian ini akan dijelaskan secara
umum mengenai mesin bor otomatis yang telah
dibuat. Gambar 1 menunjukkan model mekanik
mesin bor yang telah didisain. Komponen mesin
bor otomatis seperti yang terlihat pada gambar
terdiri atas 2 buah motor stepper untuk lengan
X dan Y, sebuah motor DC untuk lengan Z, dan
sebuah motor DC sebagai bor PCB. Pergerakan
mesin bor otomatis ini pada setiap sumbunya
dirancang mempergunakan ulir. Penggunaan
ulir ini bertujuan agar pergeseran lengan akan
lebih teliti. Jarak antar ulir yang digunakan
sebesar 1,588 mm, maka untuk putaran motor
stepper sebesar 3600 (1 putaran) akan didapatkan
pergeseran lengan sebesar 1,588 mm.
Motor stepper baik untuk lengan X maupun
Y memiliki 200 langkah dalam satu putaran
(3600). Sehingga untuk satu langkah didapatkan
sudut sebesar 1,80. Seperti yang diketahui
bahwa jarak antar ulir adalah 1,588 mm untuk
1 putaran dan dalam 1 putaran ada 200
langkah. Jadi jarak pergeseran untuk 1 langkah
(1,80) adalah sebesar 0.00794 mm.
Gambar 1. Model Mekanik Mesin Bor
Semua proses pendeteksian koordinat bor
dan proses kontrol mesin bor yang telah
didisain dilakukan oleh sebuah komputer yang
dilengkapi dengan sebuah kamera. Gambar 2
menunjukkan blok diagram perangkat keras
dari mesin bor yang telah didisain.
Gambar 2. Blok Diagram Perangkat Keras Mesin Bor
3. Proses Pendeteksian Koordinat
Pengeboran
Pendeteksian koordinat bor pad dan via
dilakukan dengan memproses image yang
diperoleh dari kamera. Ukuran image yang
digunakan adalah 320 x 240 pixel. Beberapa
batasan gambar print out PCB yang perlu
diperhatikan agar dapat diproses untuk pendeteksian
koordinat bor adalah sebagai berikut:
· Print out PCB berwarna hitam putih dengan
ukuran maksimum 9 x 10 cm.
· Layout PCB dikelilingi oleh frame berbentuk
kotak dan berwarna hitam.
· Pada layout pad dan via terdapat lubang
titik pengeboran.
Gambar 3 menunjukkan blok diagram sistem
pendeteksian koordinat pengeboran. Secara
umum, proses pendeteksian koordinat bor
terdiri atas empat tahap yaitu pemrosesan awal
image, proses pengisian image, proses perbakan
image dan perhitungan koordinat bor.
Gambar 3. Blok Diagram Sistem Pendeteksian Koordinat
Pengeboran
Tahap pemrosesan awal image terdiri atas
dua proses yaitu pengubahan format image dari
RGB menjadi grayscale dan proses threshold.
Pengubahan format image dari RGB menjadi
grayscale dilakukan dengan menggunakan
metode gray illuminance. Metode ini direpresentasikan
dengan menggunakan persamaan
berikut:
B G R Gray 114 , 0 587 , 0 299 , 0 + + = (1)
Proses threshold dilakukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 5, No. 2, Oktober 2003: 56 – 63
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
58
î í ì
³
=
lain yang untuk
T y x f jika
y x g
0
) , ( 255
) , ( (2)
dimana T adalah nilai threshold. Hasil dari
proses ini adalah image dua warna yaitu warna
hitam dan putih.
Setelah tahap pemrosesan awal image,
dilakukan proses pengisian image. Dalam
proses pengisian image ini, semua warna putih
kecuali lubang bor yang ada pada pad dan via
akan diisi dengan warna hitam. Hasil dari
proses ini adalah seluruh image akan berwarna
hitam kecuali lubang-lubang bor pada pad dan
via.
Pada tahap berikut, akan dilakukan sekali
lagi proses threshold dengan tujuan membalik
warna hitam menjadi putih dan putih menjadi
hitam. Sehingga dalam image, seolah-olah
hanya ada titik-titik berwarna hitam yang
merupakan titik-titik dimana PCB harus dibor.
Tahap terakhir adalah menghitung koordinat
dari titik-titik pengeboran. Hal ini
dilakukan dengan mencari batas atas ( MAX Y ),
batas bawah ( MIN Y ), batas kiri ( MIN X ) dan batas
kanan ( MAX X ) dari pad atau via yang akan
dibor. Perhitungan koordinat bor dilakukan
dengan menggunakan persamaan berikut:
2
MAX MIN X X
X
+ = (3)
2
MAX MIN Y Y
Y
+
= (4)
4. Implementasi Algoritma Genetika
Untuk mengefisienkan gerakan pengeboran
dari mesin bor, pada sistem yang telah ddisain,
diterapkan algoritma genetika. Tujuan
algoritma genetika adalah mencari rute urutan
pengeboran yang paling optimum. Kriteria rute
optimum disini adalah rute dedngan jarak
tempuh paling pendek. Tentunya dalam rute
ersebut, setiap pad atau via dari PCB yang
akan dibor hanya boleh dilewati satu kali saja.
Skema algoritma genetika dapat dilihat pada
Gambar 4. Secara garis besar proses algoritma
genetika dimulai dengan inisialisasi populasi
yang merupakan inisialisasi sekumpulan
alternatif pemecahan yang didapat secara acak.
Kemudian dari populasi awal ini akan dibentuk
populasi generasi baru dengan menggunakan
operator algoritma genetika. Demikian seterusnya
proses pembentukan generasi baru
dilakukan berulang-ulang hingga kriteria
berhenti telah dicapai. Operator algoritma
genetika yang digunakan dalam sistem ini
adalah seleksi, kawin silang dan inversion.
Gambar 4. Skema Algoritma Genetika
1. Fungsi Fitness dan Representasi Kromosom
Karena dalam sistem ini yang ingin dicari
adalah rute terpendek, maka fungsi fitness yang
digunakan adalah sebagai berikut:
å=
=
j
i
i X x f
1
) ( (5)
dimana f(x) adalah fungsi fitness, j adalah
jumlah pad dan via yang akan dibor dan X
adalah jarak antar pad atau via yang akan
dibor. Jarak antar pad atau via dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
( ) ( )2
2 1
2
2 1 Y Y X X X - + - = (6)
Representasi kromosom yang digunakan
dalam sistem algoritma genetika adalah
kromosom berbentuk integer. Kromosomkromosom
berisikan urutan nomor-nomor pad
atau via yang akan dibor. Ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi oleh sebuah kromosom
yaitu:
· Nomor pad atau via dari PCB tidak boleh
berulang, karena mesin bor otomatis hanya
boleh mengebor dan melewati pad atau via
tersebut satu kali saja.
· Nomor pad atau via tidak boleh lebih besar
dari jumlah keseluruhan pad dan via PCB
yang dibor.
· Nomor pad atau via juga tidak boleh nol,
karena penomoran pad atau via dimulai dari
satu.
Optimasi Gerakan Mesin Bor Otomatis dengan Menggunakan Algoritma Genetika (Thiang, et al.)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
59
Panjang kromosom sangat bergantung pada
jumlah pad dan via yang akan dibor. Bila ada
20 pad dan via yang harus dibor, maka
kromosom akan mempunyai 20 gen. Gambar 5
menunjukkan contoh representasi kromosom
yang menunjukkan urutan pengeboran dari pad
atau via 1, 5, 2, 6, 4, 3.
Gambar 5. Contoh Kromosom
2. Seleksi
Ada dua jenis operator seleksi yang
digunakan yaitu seleksi roullete wheel dan
seleksi tournament. Seleksi roullete wheel
bekerja berdasarkan nilai fitness yang dimiliki
oleh kromosom-kromosom. Semakin besar nilai
fitness yang dimiliki oleh sebuah kromosom
maka semakin besar peluang kromosom
tersebut untuk terpilih. Sedangkan seleksi
tournament bekerja dengan memilih sepasang
kromosom secara acak dan dar sepasang
kromosom tersebut, kromosom dengan nilai
fitness terbesar yang akan terpilih.
Karena dalam aplikasi ini, algoritma
genetika digunakan untuk mencari rute terpendek
dan hal ini tidak sesuai dengan prinsip
dasar seleksi roullete wheel dan tournament,
maka nilai fitness dari kromosom akan diubah
dulu dengan menggunakan persamaan berikut:
) ( ) ( ) ( ) ( ' i MIN MAX x f x f x f x f - + = (7)
Dengan menggunakan persamaan diatas,
maka kromosom semula yang memiliki fitness
terbesar akan menjadi kromosom dengan nilai
fitness terkecil sehingga peluangnya menjadi
kecil untuk terpilih. Nilai fitness baru ini hanya
digunakan dalam proses seleksi.
3. Kawin Silang
Metode kawin silang yang digunakan adalah
Partially Matched Crossover (PMX). Pemilihan
metode ini dikarenakan oleh representasi
kromosom yang berbentuk integer. Proses
kawin silang ini dimulai dengan memilih dua
kromosom yang akan dikawin silang kemudian
dilanjutkan dengan menentuan dua titik potong
secara acak sesuai dengan panjang kromosom.
Setelah ditentukan kedua titik potong tersebut
maka proses PMX melakukan penukaran posisi
gen kromosom yang berada diantara kedua titik
potong tersebut. Proses PMX akan menghasilkan
dua buah kromosom baru. Berikut adalah
contoh proses kawin silang PMX antara
kromosom A dan kromosom B:
4. Inversion
Proses inversion dilakukan setelah proses
kawin silang. Pemilihan metode ini dikarenakan
oleh representasi kromosom yang berbentuk
integer. Proses inversion dimulai dengan
menentukan kromosom yang akan diproses
kemudian dilanjutkan dengan menentukan dua
titik potong secara acak. Proses inversion
dilakukan dengan menukar posisi gen dalam
kromosom tersebut. Berikut adalah contoh
proses inversion untuk kromosom A.
5. Evaluasi Pembentukan Generasi Baru
dan Kriteria Berhenti
Dalam system ini, strategi yang digunakan
untuk membentuk suatu generasi baru adalah
Steady-State-No-Duplicate. Jadi semua kromosom
pada generasi lama ditambah dengan
offspring hasil kawin silang dan inversion
diseleksi untuk membentuk suatu generasi
baru. Pemilihan dilakukan dengan memilih
kromosom-kromosom yang memiliki nilai
fitness terbaik dan dengan syarat tidak boleh
ada kromosom yang kembar dalam generasi
baru yang terbentuk.
Kriteria berhenti yang digunakan pada
sistem algoritma genetika adalah dilakukan
pengecekan sebanyak n generasi ke depan,
apakah ada kromosom yang lebih baik dari
kromosom terbaik saat ini. Semakin banyak
generasi yang diperiksa maka akan semakin
banyak waktu yang dibutuhkan untuk proses
algoritma genetika.
5. Pengujian
Pada bagian ini akan dibahas pengujian
pada proses algoritma genetika dan sistem
secara keseluruhan. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan 3 buah PCB yang
memiliki jumlah hole yang berbeda-beda. PCB
pertama memiliki jumlah pad dan via 16 buah
yang terdiri dari header 5 x 2, dan conector 6
pin. PCB kedua memiliki jumlah hole 21 buah
yang terdiri dari sebuah DB-9, resistor, dan IC 4
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 5, No. 2, Oktober 2003: 56 – 63
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
60
pin. Dan PCB ketiga memiliki jumlah hole 34
buah yang terdiri dari IC 20 pin, resistor dan
transistor.
Ada beberapa pengujian yang akan dilakukan,
yaitu pengujian dengan variasi nilai
crossover rate dan inversion rate, pengujian
dengan variasi population size, pengujian
terhadap kriteria penghentian generasi, pengujian
variasi metode seleksi, pengujian terhadap
gerakan mesin bor otomatis.
1. Pengujian inversion rate dan crossover
rate
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan
nilai crossover rate dan inversion rate yang
terbaik. Dalam hal ini, nilai inversion rate dan
crossover rate yang bagus akan menghasilkan
suatu solusi dalam waktu yang relatif cepat
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Kemudian nilai inversion rate dan crossover
rate yang didapat melalui pengujian ini akan
terus digunakan dalam melakukan pengujian
selanjutnya. Berikut adalah grafik hasil
pengujian variasi nilai inversion rate terhadap
waktu proses.
Grafik Inversion Rate Terhadap Waktu
Dengan Crossover Rate = 1
20
22
24
26
28
30
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Inversion Rate
Time (s)
Gambar 6. Grafik Pengujian dengan Variasi Inversion
Rate
Dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai
inversion rate antara 0.1 – 0.4 memiliki waktu
proses lebih cepat dibandingkan dengan nilai
inversion rate lainnya. Sedangkan untuk
tingkat keberhasilan dalam penemuan solusi
masalah, semua nilai inversion rate (antara 0.1
sampai 1) menghasilkan tingkat keberhasilan
100%. Gambar 7 menunjukkan grafik pengujian
dengan variasi nilai crossover rate.
Grafik Crossover Rate Terhadap Success
Rate
50
60
70
80
90
100
110
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Crossover Rate
Success (%)
Pi = 0.1 Pi = 0.2 Pi = 0.3
Grafik Crossover Rate Terhadap Waktu
10
12
14
16
18
20
22
24
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Crossover Rate
Time (s)
Pi = 0.1 Pi = 0.2 Pi = 0.3
Gambar 7. Hasil Pengujian dengan Variasi Nilai Crossover
Rate
Dari hasil pengujian terlihat bahwa untuk
nilai crossover rate di bawah 0.5, tingkat
keberhasilannya lebih rendah dibandingkan
dengan nilai crossover rate di atas 0.5. Dari
grafik pengujian juga terlihat bahwa untuk
variasi nilai crossover rate deengan nilai
inversion rate 0.1 ternyata mencapat tingkat
keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan
dengan nilai inversion rate 0.2 dan 0.3. Namun
terlihat juga bahwa semakin tinggi nilai
crossover rate maka waktu rata-rata prosesnya
akan lebih lama. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai crossover rate terbaik berkisar
antara 0.5 – 0.7, dengan waktu rata-rata
prosesnya tidak jauh berbeda dan tingkat
keberhasilannya juga tinggi.
2. Pengujian dengan Variasi Population
Size
Pengujian ini dilakukan untuk melihat
pengaruh jumlah kromosom dalam suatu
populasi (population size) terhadap proses
algoritma genetika. Dalam proses pengujian ini
nilai crossover rate yang digunakan adalah 0.6
dan nilai inversion rate yang digunakan adalah
0.2 Gambar berikut adalah grafik pengujian
dengan variasi population size.
Optimasi Gerakan Mesin Bor Otomatis dengan Menggunakan Algoritma Genetika (Thiang, et al.)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
61
Grafik Pengujian Population Size Terhadap
Success Rate
0
20
40
60
80
100
120
16 Hole 21 Hole 34 Hole
Jumlah Hole
Success Rate (%)
20 100 200
Grafik Pengujian Population Size Terhadap
Waktu
0
20
40
60
80
100
120
140
16 Hole 21 Hole 34 Hole
Jumlah Hole
Time (s)
20 100 200
Gambar 8. Grafik Hasil Pengujian dengan Variasi Population
Size
Dari hasil pengujian terlihat bahwa semakin
besar nilai population size maka tingkat
keberhasilan (success rate) algoritma genetika
dalam menemukan solusi masalah semakin
bagus. Akan tetapi semakin besar nilai
population size maka waktu rata-rata yang
diperlukan untuk menemukan solusi pun akan
semakin lama. Jadi secara keseluruhan dapat
diambil kesimpulan bahwa semakin besar
population size maka tingkat keberhasilan
(success rate) yang capai akan semakin tinggi,
namun waktu yang dibutuhkan akan semakin
lama.
3. Pengujian Kriteria Penghentian Generasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh pelebaran generasi pada
kriteria berhenti terhadap success rate dan
waktu rata-rata proses. Berikut adalah datadata
hasil pengujian yang ditampilkan dalam
bentuk grafik.
2500 generasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
20 100 200
Population Size
Success Rate (%)
16 Hole
21 Hole
34 Hole
10000 generasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
20 100 200
Populaton Size
Success Rate (%)
16 Hole
21 Hole
34 Hole
Gambar 9. Grafik Hasil Pengujian Kriteria Berhenti untuk
2500 generasi dan 10000 generasi terhadap
Success Rate
2500 generasi
0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
20 100 200
Population Size
Time (s)
16 Hole
21 Hole
34 Hole
10000 generasi
0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
20 100 200
Population Size
Time (s)
16 Hole
21 Hole
32 Hole
Gambar 10. Grafik Hasil Pengujian Kriteria Berhenti untuk
2500 generasi dan 10000 generasi terhadap
Waktu Proses
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 5, No. 2, Oktober 2003: 56 – 63
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
62
Dapat disimpulkan dari pengujian bahwa
dengan pelebaran jumlah generasi kriteria
berhenti maka tingkat keberhasilan yang
dicapai akan lebih tinggi namun waktu yang
dibutuhkan akan semakin lama.
4. Pengujian Variasi Metode Seleksi
Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan
kesimpulan mengenai metode seleksi mana
yang bagus. Grafik berikut menunjukkan hasil
pengujian yang telah dilakukan.
Grafik Pengujian Metode Seleksi Kawin
Silang Terhadap Success Rate
0
20
40
60
80
100
120
16 21 34
Jumlah Hole
Success Rate (%)
Roullete Wheel Tournament Selection
Grafik Pengujian Metode Seleksi Kawin
Silang Terhadap Waktu
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
16 21 34
Jumlah Hole
Time (s)
Roullete Wheel Tournament Selection
Gambar 11. Grafik Hasil Pengujian dengan Variasi
Metode Seleksi
Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa
baik metode Roullete Wheel maupun
Tournament mempunyai successs rate yang
sama. Namun waktu rata-rata yang dibutuhkan
jika memakai metode Tournamnet lebih lama
sedikit dibandingkan bila memakai metode
Roullete Wheel. Jadi dapat dikatakan
berdasarkan hasil pengujian bahwa baik
metode Roullete Wheel maupun metode
Tournament akan memberikan hasil yang tidak
jauh berbeda.
5. Pengujian Terhadap Gerakan Mesin Bor
Otomatis
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan
sistem kerja mesin bor otomatis tanpa
penerapan algoritma genetika untuk optimasi
gerakan mesin bor otomatis dengan sstem yang
menggunakan algoritma genetika. Untuk melihat
perbandingan antara pergerakan mesin
bor otomatis tanpa algoritma genetika dengan
yang menggunakan algoritma genetika dapat
dilihat dari efektifitas gerakan antara mesin bor
otomatis. Efektifitas gerakan disini maksudnya
adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh mesin
bor otomatis dalam menyelesaikan pengeboran
semua pad dan via yang terdapat pada PCB.
Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengujian Gerakan Mesin Bor
Otomatis
PCB
Lama
Pengeboran
Tanpa
Algoritma
Genetika
(menit)
Lama
Pengeboran
Dengan
Algoritma
Genetika
(menit)
Selisih
(menit)
Persentase
(%)
A 16 : 40 07 : 49 08 : 51 53,1
B 13 : 09 09 : 59 04 : 50 36,76
C 19 : 52 12 : 17 07 : 35 38,17
Dari tabel di atas jelas terlihat bahwa waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran
dengan menerapkan algoritma genetika lebih
cepat dibandingkan dengan pengeboran tanpa
algoritma genetika. Perbedaan waktu lama
pengeborannya cukup besar. Jadi dapat disimpulkan
bahwa algoritma genetika dapat
diterapkan untuk mengoptimumkan gerakan
mesin bor otomatis.
6. Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan,
dapat diambil kesimpulan bahwa algoritma
genetika berhasil diterapkan untuk optimasi
gerakan mesin bor otomatis dan lebih efisien.
Hal ini terbukti lewat pengujian di mana waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran
dengan menggunakan algoritma genetika lebih
cepat dibandingkan tanpa menggunakan
algoritma genetika.
Optimasi Gerakan Mesin Bor Otomatis dengan Menggunakan Algoritma Genetika (Thiang, et al.)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
63

Tidak ada komentar:

Pengikut

Daftar Blog Saya